Shadow (part 2)

Posted: 16 Januari 2016 in FF BUMSSO, Uncategorized
Tag:

SHADOW

Segala yang ditakdirkan bersama, maka apapun yang mencegahnya, dia akan menemukan jalan untuk menyatu. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang tidak ditakdirkan bersama, maka apapun yang kita lakukan, dia tidak akan pernah menyatu. ~Tere Liye~

~~~

Hujan deras mengguyur tubuh kecil So eun. Bibir mungilnya menggigil. Dia kedinginan, dan tak ada satu orangpun yang bisa dia temui di jalanan yang sepi ini. Dia tidak tau lagi harus pergi kemana, tidak mungkin dia kembali ke panti asuhan yang mengerikan itu. So eun tidak akan pernah mau terus-terusan mendapatkan siksaan dari orang-orang disana. Semua orang di tempat itu memperlakukan So eun dengan tidak baik, mereka semua monster penindas yang memperlakukan anak-anak seperti So eun sebagai robot, yang harus bisa melakukan semua pekerjaan berat.

Demi Tuhan.. So eun masih kecil dan tentu saja dia tidak akan sanggup melakukan pekerjaan-pekerjaan berat orang dewasa. Sungguh dia tidak pernah minta dilahirkan ke dunia ini jika akan jadi seperti ini kehidupannya. Bagaimana mungkin hingga di usianya yang ke enam tahun So eun, dia tidak mengetahui siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia yang kejam ini dan yang begitu tega meletakannya di pantai asuhan layaknya neraka tersebut.

So eun menangis. Kakinya pun sudah lelah karena berlari. Dia tidak tau harus kemana lagi akan pergi. Dia tidak mengenal siapapun di dunia ini, selain orang-orang di panti asuhan mengerikan itu. So eun kelelahan sampai akhirnya tubuhnya limbung dan duduk bersimpuh di atas aspal jalanan. Dia sudah tidak kuat berjalan.

Hujan deras sudah mereda dan So eun masih betah duduk di tempatnya. Dia memeluk tubuhnya yang kedinginan. Mata sayunya menangkap cahaya lampu dari sepeda yang dikendarai seseorang. Dia tidak bisa melihat wajah si pengendara tersebut, tapi So eun tau seseorang itu turun dari sepedanya, meletakkan sepedanya begitu saja ke aspal dan berlari menyongsong tubuh menggigil So eun.

“Kau tidak apa? Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Tubuhmu basah, kau pasti kedinginan? Dimana rumahmu?”

So eun menyipitkan matanya, dia memandang wajah si pengendara tersebut. Pengendara ini seorang pria dan dari postur tubuhnya yang lebih besar dan tinggi dari So eun, pasti pria ini berusia lebih tua dari So eun. Sekitar sepuluh tahun atau kurang dari itu, entahlah yang pasti dia lebih tua dari So eun.

“Siapa namamu? Dimana rumahmu? Biar kuantarkan kau pulang!” Pria itu terlihat panik. Walau gelap tapi So eun bisa melihat pancaran matanya yang menyiratkan ketulusan saat menawarkan diri untuk mengantarkannya pulang.

So eun menggeleng. “Aku tak punya rumah.” Jawab So eun, semakin erat memeluk tubuhnya sendiri, karena menahan dingin.

“Siapa namamu?”

“So eun.”

“So eun… sekarang katakan padaku, dimana kau tinggal? Biar aku bisa mengantarkan kau pulang. Orang tuamu pasti sedang mencarimu sekarang.”

“Aku tidak punya orang tua ataupun tempat tinggal. Aku dibuang, mereka tidak menginginkanku. Mereka menyiksaku. Aku tidak mau kembali ke panti asuhan itu. Aku takut mereka memukulku lagi.” So eun menangis. Dia takut pria ini akan membawanya kembali ke panti asuhan itu, sedangkan dia sudah susah payah melarikan diri dari tempat mengerikan tersebut.

Pria itu merangkum wajah So eun, menghapus air mata yang mengalir deras di wajah mungil gadis kecil tersebut. “Diamlah.. kau tak perlu menangis.” Ucapnya menenangkan.

“Jangan bawa aku kembali ke tempat menyeramkan itu… kumohon!”

Pria itu menggeleng. Melepaskan tangannya dari pipi gembul So eun dan melepaskan lilitan syal di lehernya. “Pakailah ini, agar kau tidak kedinginan.” Dengan hati-hati, pria itu memakaikan syal miliknya pada leher kecil So eun. “Jangan menangis lagi.. kau tidak perlu takut, aku tidak akan membawamu ke tempat menyeramkan itu.”

So eun memandang syal yang sekarang sudah melilit lehernya. “Merah.” Gumamnya lirih.

“Ya… merah adalah lambang keberanian. Seperti warna merah, kau juga harus menjadi seorang anak yang pemberani!” Pria itu tersenyum pada So eun. Senyum yang lembut dan menyenangkan. Dia mengulurkan tangannya pada So eun. “Ayo… ikutlah denganku!” Pintanya.

Tanpa banyak berkata ataupun sedikit penolakan dan rasa takut kepada pria yang baru saja ditemuinya ini, So eun pun langsung menyambut uluran tangan pria tersebut. Hanya mengandalkan keyakinan kanak-kanaknya dia memutuskan untuk mempercayai pria ini. Tidak peduli apakah pria ini akan menolongnya atau malah berbuat jahat padanya, tapi satu hal yang ada di pikiran So eun kecil saat ini. Pria berpakaian hitam ini bukanlah orang jahat ataupun iblis, dia yakin betul bahwa pria ini adalah malaikat yang sengaja dikirmkan Tuhan untuk menolongnya.

Pelukan itu menghangatkan, sampai kapanpun. Bagi So eun tidak ada kehangatan lainpun yang mampu menandingi hangatnya pelukan Kim bum.

Dering ponsel Kim bum membuatnya melepskan pelukannya dari tubuh sang adik. Diambilnya ponsel yang berada di dalam kantong mantelnya dan segera di terimanya panggilan yang masuk.

“Ya… dimana kau sekarang?” Tanya Kim bum pada orang di seberang sana.

So eun memandang Kim bum yang sedang menerima panggilan. Dia masih tersenyum tidak terlalu peduli dengan pembicaraan yang dilakukan kakaknya melalui ponsel. Dia lebih memilih meninggalkan kakaknya dan menuju meja kasir untuk membayar dua syal yang sudah dipilihnya.

“Berapa semuanya?” Tanya So eun pada pegawai toko. Kasir toko itu menotal belanjaan So eun dan menyebutkan nominal yang harus dibayarkannya untuk dua syal yang sudah diambilnya.

“Terimakasih atas kunjungannya!” Kasir itu membungkuk pada So eun, setelah mengucapkannya. So eun tersenyum dan membalas ucapan kasir tersebut dengan riang.

So eun membalik tubuhnya dan dia sedikit terkejut saat mendapati sahabatnya Go Ara berdiri di belakangnya. “Apa yang kau lakukan di sini? Mengagetkanku saja!” Gerutu So eun.

Ara terkikik melihat wajah So eun yang cemberut saat melihatnya. Dia tidak tau jika So eun akan berada di tempat ini, padahal yang dia pikir saat ini, So eun masih ada di tempat paman dan bibinya. “Bukankah kau di Busan?” Ara tidak menjawab pertanyaan So eun sebelumnya tapi dia melemparkan pertanyaan lagi untuk sahabatnya.

“Aku sudah kembali sejak kemarin.”

“Lalu apa yang kau lakukan di tempat ini? Sendirian? Tanpa aku? Astaga, kau menyebalkan!”

Melihat Ara yang gantian menggerutu So eun pun tak bisa menahan tawanya. “Kau seperti Ibu-ibu tua yang sedang mengomeli anaknya. Ara-ya!”

“Sudah-sudah.. kenapa kau jadi menggodaku.. cepat katakan saja, dengan siapa kau datang kesini tanpa aku..!” Ara menatap tajam sahabatnya yang terlihat ceria, berbeda sekali dengan terakhir kali pertemuan mereka sebelum keberangkatan So eun ke Busan. “Jangan bilang kau pergi dengan Bosmu yang tampan itu.” Teriak Ara, sebelum So eun sempat menjawab pertanyaan darinya.

Dengan cepat So eun memukul lengan Ara.. “Kau ini bicara apa.. kenapa jadi membicarakan dia..” Dia berikan tatapan menakutkan pada sahabatnya tersebut. Sedangkan Ara, lagi-lagi hanya tertawa melihat kemarahan So eun.

“Kau sudah menunggu lama So eun-ah..? Maafkan aku, tidak ada signal di dalam makanya aku keluar sebentar. Apa kau sudah selesai?” Kim bum yang baru kembali dari luar toko segera menghampiri So eun, tanpa memperhatikan bahwa saat ini ada seorang lain yang sedang bersama dengan adiknya.

So eun merasakan senggolan di tangannya. Ara yang melakukannya. Dia tau sahabatnya itu minta penjelasan atas identitas pria yang menghampirinya. Selama ini So eun memang sering bercerita mengenai Kim bum, tapi sekalipun dia tidak pernah memberitau bagaimana rupa sang kakak pada Ara, sudah jelas sekarang Ara kebingungan melihat seorang pria asing bersama dengan So eun. Padahal selama ini tidak pernah sekalipun So eun pergi berdua saja dengan seorang pria.

“Ah.. Oppa.. Kenalkan ini temanku. Go Ara!” Ucap So eun memperkenalkan Ara pada Kim bum.

Kim bum segera menolehkan kepalanya dan melihat keberadaan Ara yang sedari tadi di sebelah So eun. Dia memberikan senyumannya untuk Ara dan mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan teman adiknya tersebut. “Kim Sang bum. Oppa, So eun.” Serunya. Memperkenalkan diri.

“Go Ara.. teman So eun.” Jawab Ara, sambil menerima uluran tangan kakak sahabatnya tersebut.

“Senang berkenalan dengamu Ara-shi.” Ucap Kim bum. Ara mengangguk.

“Oh.. maafkan aku So eun-ah.. temanku memintaku untuk menemuinya sekarang dan aku tidak bisa membawamu untuk bertemu dengannya hari ini. Ada sesuatu yang harus ku kerjakan dan ini sangat mendadak. Kau mau aku antar pulang atau masih ingin di sini bersama dengan Ara-shi?”

“Kau akan pergi sendirian? Bagaimana jika kau tersesat Oppa?”

“Tenanglah.. ada GPS di mobilku. Aku tak akan tersesat. Kau tak perlu khawatir.. jadi bagaimana, kau mau pulang sekarang?”

“Biar aku yang mengantarnya pulang, Kim bum-shi. Kau bisa meninggalkannya denganku.” Ara yang menggantikan jawaban So eun. Dan Kim bum mengangguk, mempercayai ucapan teman adiknya itu.

“Baiklah.. rasanya, kau akan aman bersama dengan Ara-shi.. Aku pergi So eun-ah.. Kau tak perlu menungguku. Jika kau lapar, kau bisa langsung makan dan jika kau mengantuk, kau bisa langsung tidur. Tak usah cemas. Ok..” Setelah menyampaikan rentetan kalimat panjangnya, Kim bum pun beranjak. “Terimakasih sudah mau menemaninya, Ara-ssi.” Ucap Kim bum sebelum pergi meninggalkan sang adik.

“Kau harus menceritakan semuanya padaku. Bagaimana bisa kau tidak bilang padaku, tentang kedatangannya!” Seru Ara antusias.

So eun menarik lengan Ara dan membawa sahabatnya itu ke luar toko dan membawanya ke tempat yang asyik untuknya berbicara. Dia pasti akan menjelaskan semuanya pada Ara, karena hanya pada sahabatnya inilah dia selalu berani berkata jujur. Sayangnya, waktu memang lebih cepat menemukan Kim bum dan Ara sebelum dia sempat bercerita.

Dan di tempat inilah So eun memutuskan untuk bercerita kepada Ara tentang kedatangan Kim bum. Di cafe tempat mereka biasa menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk bercerita dan menikmati secangkir coffe latte.

Dengan khusyuk So eun menceritakan semuanya. Tentang bagaimana pertama kalinya So eun bertemu dengan Kim bum di rumah pamannya. Bagaimana reaksi So eun saat mendapatkan kejutan dari sang kakak. Semuanya. Tak terlewatkan. Keterkejutan So eun akan keputusan paman dan bibinya yang meminta Kim bum untuk tinggal di apartemnnya, semuanya dia ceritakan pada sahabatnya.

“Lalu bagaimana perasaanmu saat ini?” Itulah komentar pertama Ara saat mendengar cerita panjang So eun.

So eun diam. Dia hanya bisa tersenyum ceria. Dan melihat dari reaksi So eun saat ini sudah pasti Ara tidak memerlukan jawaban atas pertanyaannya. Keceriaan So eun menjawab semuanya. Dia senang atas kehadiran Kim bum di apartemennya, walaupun sebelumnya dia merasakan ketakutan yang luar biasa bahkan sampai dengan saat ini.

“Aku gugup.. setiap berdekatan dengannya. Tapi dia masih menyenangkan sama seperti dulu.” Jawab So eun.

“Perasaan itu semakin bertambah?” Tanya Ara penasaran.

So eun mengangguk. “Tidak berkurang dan memang tidak akan pernah!”

Ara menghela nafas. Itu bukan hal yang buruk. Bagi Ara perasaan So eun tidak masalah. Tentu saja Ara akan selalu mendukung semua keputusan sahabatnya. “Akan lebih baik jika kau berterus terang padanya.” Saran Ara.

So eun memandang Ara penuh tanya, mencari kesungguhan pada kalimat yang baru saja dilontarkan sahabatnya. Sepertinya sahabatnya ini masih tidak mengerti bagaiaman keadaan yang sesungguhnya. “Dia kakakku, Ara-ya.” Bantah So eun.

“Bukan saudara kandung.. tidak akan ada masalah, jika kau mengatakannya.”

“Dia akan membenciku.. bukan hanya dia, tapi orang tuanya juga.”

“Kau belum mencobanya… lagi pula, kau sendiri tidak tau perasaannya. Bagaimana jika dia juga memiliki perasaan yang sama sepertimu?”

So eun terdiam, memikirkan apa yang baru saja dkatakan oleh Ara. Ya.. dia tidak pernah tau bagaimana perasaan Kim bum padanya. Kenapa So eun tidak mencoba untuk jujur saja, siapa tau Kim bum akan mengerti. So eun menggeleng, dia tidak bisa mengatakannya begitu saja. Semua ini harus dipertimbangkan secara matang-matang. Mana bisa So eun mengatakannya dengan mudah begitu saja.

“Bagaimana sikapnya sekarang? Apa dia masih sama seperti dulu?”

Ingatan So eun menerawang. “Dia berubah, jauh lebih dewasa dari terakhir kali kita bertemu walau sebenarnya dia selalu terlihat dewasa sejak dulu. Dia selalu mengalah padaku. Tidak pernah marah saat aku berteriak padanya. Dia berbeda.. tidak lagi seperti dulu.”

“Itu hal yang wajar untuk pria berusia hampir tiga puluh tahunan. Bukan itu maksud pertanyaanku So eun-ah..”

So eun tidak mengerti dengan ucapan sahabatnya. “Lalu?” Tanyanya bingung.

“Kau memang lamban…” Gerutu Ara. “Sikapnya… sikapnya terhadapmu? Bagaimana cara dia memperlakukanmu? Apakah masih sama seperti dulu, masih menganggapmu sebagai seorang gadis kecil. Apa dia masih mengolokmu atau menggodamu, atau apapun yang berbau kekanak-kanakan!” Terang Ara.

“Tidak.. sekalipun dia tidak pernah mengolok ataupun menggodaku.. bahkan dia selalu memujiku. Dia senang karena aku tumbuh dengan baik…!”

Ara tersenyum.. dia senang dengan jawaban So eun. “Setidaknya.. dia sudah memandangmu sebagai wanita dewasa. Tidak lagi menganggapmu seperi anak-anak lagi.”

So eun terdiam. Tangannya meraih cangkir kopi di hadapannya dan menyeruput isinya. Dia tidak tau kenapa perkataan Ara tidak membuatnya senang. Sepertinya apa yang dikatakan Ara memang benar. Sekarang Kim bum memang tidak lagi menganggapnya sebagai kanak-kanak lagi. Tapi So eun mengingat apa yang dikatakan Kim bum beberapa waktu kemarin, dia menegaskan pada So eun tentang status hubungan mereka. Kim bum masih menganggapnya sebagai adik dan kakaknya itu mengatakannya dengan tegas. Sangat tegas dan gamblang.

So eun tidak berani mengatakan satu hal ini pada Ara. Dia tidak berani mengatakannya. Ara adalah seorang psikolog yang pandai membaca situasi. Ara pasti tau bagaimana perasaan Kim bum pada So eun, jika dia mengatakan hal ini. Dan So eun tidak ingin mengetahuinya secepat ini. Dia masih ingin menikmati kebersamaannya dengan sang kakak. Sudahlah, So eun tidak akan membawa pikirannya melayang jauh. Bukankah Ara juga pernah bilang padanya kalau dia harus mengikuti saja apa yang akan terjadi. Dan So eun akan melakukannya, mengikuti semuanya. Kemana perasaan aneh ini berjalan dan seberapa kuat So eun bisa menekan perasaan menakutkan ini.

~~~

So eun membuka pintu apartemennya. Lampunya masih gelap dan dia tau Kim bum memang belum pulang. Kakaknya sudah menghubunginya dan memang mengatakan padanya bahwa dia akan pulang terlambat. Dengan lemah dia membawa langkah kakinya menuju ke kamarnya.

Sengaja So eun tidak menyalakan lampu kamarnya, dia lebih senang dengan cahaya temaram dari sorot lampu jalanan yang meneranginya masuk melalui jendela kamarnya yang memang selalu dia biarkan terbuka. So eun membuka pintu lemari pakaiannya. Tangannya meraih sebuah syal rajut berwarna merah yang tergantung bersama dengan beberapa pakaiannnya. So eun mengambilnya dan kembali menutup pintu lemari pakaian tersebut. Seperti kebiasannya, So eun memilih untuk berdiri di samping jendela kamarnya yang terbuka. Menikmati semilr angin yang menerpa wajahnya. Tangannya mencekram kuat syal rajut berwarna merah yang baru saja diambilnya.

“Bolehkah aku mempunyai perasaan ini untukmu, Oppa?” Tanyanya pada diri sendiri.

So eun memperhatikan kelap-kelip lampu jalanan yang terlihat indah. Lalu lalang pengguna jalan pun tak berkurang walau malam sudah menjelang. Seperti yang dikatakan Ara padanya berkali-kali, perasaannya sekarang tidaklah salah. Tapi kenapa So eun tidak menganggapnya demikian.

Getaran ponsel yang ada di mejanya, membuat So eun mau tidak mau harus beranjak dari tempat faforitnya saat ini. Di raihnya ponselnya yang tergeletak asal di meja. Dan segera diterimanya panggilan yang masuk ke dalam ponsel tersebut.

“Ya.. Bibi….” Jawab So eun pada Ibu Kim bum yang sedang mengubunginya.

“Bagaimana keadaanmu sayang.. bagiamana kabarmu? Kau baik-baik saja bukan?”

So eun tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh bibinya saat ini. “Aku baik-baik saja Bibi… tak perlu khawatir.”

“Syukurlah aku senang mendengarnya.. Oppamu tidak menyusahkan bukan? Dia tidak membuatmu dalam kesulitan kan?”

Lagi-lagi So eun tidak bisa menyembunyikan tawanya. Dia tidak menyangka bibinya akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Mana mungkin Kim bum akan menyusahkannya, bukankah Kim bum adalah pria dewasa dan bukannya anak-anak. “Oppa tidak menyusahkan Bi… kita berdua baik-baik saja. Tidak ada yang menyusahkan dan disusahkan.” So eun bisa mendengar helaan nafas lega bibinya. Dan itu membuat So eun kembali menyunggingkan senyum cantiknya.

Bunyi pintu terbuka dan So eun sudah menduga bahwa itu sudah pasti kakaknya. “Sepertinya Oppa sudah pulang Bi… apa Bibi ingin berbicara dengannya?” Tanyanya.

So eun secepat mungkin beranjak dari tempatnya dan berniat membuka pintu kamarnya, untuk menyambut kedatangan kakaknya. Sayangnya jawaban bibinya membuatnya, menghentikan tangannya yang sudah siap membuka pintu kamarnya.

“Tidak So eun-ah… bibi hanya ingin berbicara denganmu. Terimakasih sayang.. Bibi menyayangimu So eun-ah!”

So eun termanggu ditempatnya. Ada sesuatu yang aneh dari pembicaraan barusan, sayangnya dia tidak tau keanehan seperti apa. So eun segera menurunkan ponselnya saat tidak lagi mendengar suara bibinya di seberang sana. Sambungan teleponnya sudah terputus. So eun menyadari sesuatu dan segera membuka pintu kamarnya.

“Kupikir kau belum pulang jadi kubiarkan saja lampunya tidak menyala.”

So eun mengedarkan pandangannya. Mencari kakaknya dalam kegelapan. Sama seperti dirinya yang selalu suka kegelapan, Kim bum pun juga menyukai hal tersebut. Karena memang So eun selalu mengikuti apapun yang dilakukan oleh kakaknya itu.

So eun terkesiap saat dengan tiba-tiba tangannya tertarik dan membuat tubuhnya limbung seketika. So eun terduduk di sofa, dan seseorang langsung memeluknya.

“Oppa!” Gumam So eun. Dadanya bergemuruh saat mendapatkan pelukan tiba-tiba dari kakaknya. Walau dengan keadaan gelap, So eun tetap bisa mengetahui bahwa orang yang saat ini memeluknya adalah Kim bum.

“Aku menemukannya.. setelah sekian lama. Akhirnya aku menemukannya.” Suara parau Kim bum terdengar. Pria itu memeluk tubuh So eun semakin erat.

So eun tak tau.. apa atau siapa yang telah ditemukan oleh Kim bum, tapi menurutnya apa atau siapa itu pasti sangat berharga untuk Kim bum. So eun ingin melepaskan diri dari kungkungan tangan besar Kim bum, sayangnya pria itu tidak membiarkannya dan semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh So eun.

“Oppa.” Kembali So eun memanggil kakaknya. Dia tidak tau, apa lagi yang harus dilakukannya.

“Tunggulah… Sebentar lagi.. aku janji.”

So eun semakin tidak mengerti dengan kalimat-kalimat yang baru saja dikatakan oleh Kim bum. So eun bingung tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa pasrah saat tangan kekar kakaknya memeluk tubuhnya dengan erat dan membiarkan otaknya memikirkan sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi pada Kim bum

Hening. Cukup lama. Kim bum terdiam, tidak menjelaskan apapun pada So eun. Dan beberapa saat berikutnya So eun bisa merasakan tangan Kim bum terkulai. “Oppa!” Panggil So eun pelan. Tidak ada jawaban dari Kim bum, yang terdengar hanya dengkuran halus khas seorang pria. Kim bum tertidur di pelukan So eun. Hal yang sudah lama sekali tidak terjadi dan entah apa hal seperti ini pernah terjadi sebelumnya, So eun sendiri tidak mengingatnya.

Secara perlahan So eun menggeser tubuhnya, menarik kepala Kim bum yang menyandar di bahunya. Pria itu terlelap dengan nyenyaknya. So eun segera merebahkan tubuh besar kakaknya di sofa. “Siapa yang telah kau temui hari ini Oppa?” Tanya So eun pada sosok yang sudah terlelap di hadapannya.

Kembali tidak ada jawaban. Hanya helaan nafas lembut yang bisa So eun dengar sekarang. Dia beranjak ke dalam kamar sang kakak, mengambil selimut dan bantal untuk kakaknya. Entah apa yang telah Kim bum kerjakan hari ini, setelah dia pergi meninggalkan So eun bersama dengan Ara. So eun tidak tau, tapi dia yakin bahwa kakaknya telah melakukan suatu pekerjaan yang besar. So eun tidak berani menduga-duga. Dia tidak punya keberanian untuk melakukan hal itu.

So eun membuka pintu kamarnya dan matanya melihat kakaknya sudah berpakaian rapi dan sepertinya dia akan pergi. Kemeja berwarna merah lengan panjang yang terlipat sampai siku dan juga mantel hitam yang sudah siap di tangan kanannya. Mau kemana kakaknya itu pergi.

Kim bum terlihat begitu tergesa, pria itu bahkan tidak menyadari jika saat ini So eun tengah memperhatikannya. Pria itu menyambar kunci mobil dan ponselnya yang tergeletak di meja dengan tangan kirinya secara cepat dan langsung menghampiri pintu apartemen, benar-benar tanpa melihat So eun.

“Kau akan pergi Oppa?” Dan satu pertanyaan itu sukses membuat, Kim bum langsung menghentikan semua pergerakannya. Pria itu berbalik dan melihat So eun yang tengah berdiri di ambang pintu kamarnya.

Kim bum langsung tersenyum saat menyadari kehadiran So eun. “Kau pasti terganggu karena aku begitu berisik… maafkan aku.” Itu kalimat yang keluar dari mulut Kim bum atas pertanyaan yang So eun berikan kepadanya. Kim bum menghampiri So eun, dua tangannya penuh sudah terpakai untuk memegang barang-barangnya, jadi dia tidak bisa mengacak rambut adiknya seperti biasa. “Aku pergi So eun-ah..” pamitnya.

So eun mengangguk.. dia tidak ingin bertanya kemana dan dengan siapa kakaknya akan pergi hari ini. Karena dia tau, bahwa dia tidak berhak tau atas apapun yang akan dilakukan Kim bum. “Hati-hati di jalan Oppa…!” Serunya sebelum Kim bum menutup pintu apartemen dan meninggalkan So eun seorang diri.

“Kau juga So eun-ah..” Teriak Kim bum, bersamaan dengan tertutupnya pintu apartemen.

So eun menghela nafas kemudian kakinya berjalan ke arah dapur. Dapur masih rapi dan bersih. Kim bum bahkan tidak mengisi perutnya sebelum dia pergi.. secangkir kopipun juga tidak. “Apa sih yang akan dikerjakannya, sampai-sampai tak menungguku untuk membuatkannya sarapan!” Gerutu So eun kesal. Baru beberapa hari di Seoul dan Kim bum sudah sangat sibuk.

~~~

“Dia pergi pagi-pagi sekali.”

Ara menganggukkan kepalanya dan menunggu kelanjutan cerita dari sahabatnya. Seperti biasa, So eun akan selalu menceritakan apapun yang berhubungan dengan kakaknya jika suasana hatinya sedang tidak baik.

“Tidak sarapan ataupun menungguku membuatkannya. Dia langsung pergi begitu saja, tanpa mengatakan apapun padaku.” So eun melanjutkan ceritanya, diiringi hembusan nafas dari mulutnya secara kasar. “Bahkan tidak mengatakan padaku, mau kemana dia pergi.” Sambung So eun kesal.

“Wajar saja bukan, dia datang ke Seoul karena ada pekerjaan.”

“Kau benar..” So eun menjeda kalimatnya, dengan diam sejenak. “Tapi dia tidak pernah mengatakan padaku, pekerjaan apa yang dilakukannya saat ini dan itu membuatku penasaran.”

Ara membenarkan letak tasnya. Dan tampak berfikir. “Jika itu yang menganggu pikiranmu saat ini, aku tidak mempunyai jawabannya. Sepertinya kau bisa bertanya padanya langsung, bukankah itu lebih bagus..”

“Aku tidak mungkin bertanya padanya dan kupikir dia juga tidak akan pernah menjawab, jika aku bertanya nanti.”

“Kenapa kau berpikir seperti itu? Kau selalu takut sebelum mencobanya So eun-ah!”

“Dia tidak pernah menyembunyikan apapun dariku.. dia akan selalu bercerita jika memang dia ingin, jika sampai sekarang dia tidak bercerita tentang pekerjaan yang dilakukannya, sudah pasti dia memang tidak ingin aku tau tentang pekerjaannya tersebut.”

Ara menganggukkan kepalanya mengerti. “Kalau begitu, kau harus sabar menunggu sampai dia mengatakannya padamu.” Perintah Ara.

So eun dan Ara melanjutkan langkah kakinya menuju ke pusat perbelanjaan. Perbincangannya tentang Kim bum sudah terhenti. Baik So eun dan Ara mengedarkan pandangannya ke segala penjuru, mencari-cari jika ada barang-barang yang menarik perhatiannya.

So eun terlihat menikmati perjalanannya bersama Ara. Cuti akhir tahunnya sudah hampir selesai dan dia tidak akan membuang-buang kesempatannya begitu saja. Seharusnya liburan akhir tahunnya bisa dia gunakan bersama dengan Kim bum jika sang kakak tidak memiliki kesibukan yang mengganggu, sayangnya So eun tidak bisa memaksa kakaknya untuk menemaninya. Lagi pula tahun-tahun sebelumnya, So eun juga selalu menghabiskan liburan akhir tahunnya bersama dengan Ara, tanpa Kim bum.

“Oh.. So eun-ah, lihatlah!” Seru Ara, sambil menarik lengan So eun tiba-tiba.

“Ada apa?” Tanya So eun.

Ara mengarahkan telunjuknya lurus ke depan, meminta So eun untuk mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuknya saat ini. “Lihat itu!” Serunya lagi sedikit memaksa.

Dengan enggan So eun pun mengikuti perintah sahabatnya, mengarahkan pandanganya ke depan. Lurus. Dia terkesiap dan reflek memundurkn langkah kakinya. Menggelengkan kepalanya secara perlahan untuk memastikan bahwa apa yang dilihatnya saat ini tidak salah.

“Aku tidak salah bukan?” Ara bertanya. Memastikan bahwa apa yang dilihatnya saat ini tidak salah.

So eun terdiam, matanya masih memandang lurus ke depan. Dia sendiri juga masih belum yakin dengan apa yang dilihatnya saat ini. Siapa wanita itu, yang sedang mengamit tangan kakaknya dengan begitu mesra. Menggelayut manja pada tubuh sang kakak. Oh… tidak. So eun belum pernah memperkirakan hal-hal seperti ini sebelumnya. Dia tidak tau siapa wanita yang saat ini sedang bersama dengan kakaknya, berdiri di sampingnya. Tempat yang sebelum-sebelumnya pernah menjadi miliknya walau dalam arti yang berbeda. So eun tidak suka melihat wanita itu dekat-dekat dengan kakaknya. Dia tidak ingin tempatnya dimiliki oleh orang lain. Tidak ada satu orang wanitapun yang boleh berdiri di samping kakaknya selain dia dan bibinya.

So eun melangkah dengan tergesa, membawa kakinya untuk menuju tempat sang kakak dan menjauhkan wanita itu dari tubuh kakaknya. So eun marah, dia benar-benar tidak menyukai apa yang telah dilihatnya saat ini.

“Hei.. kau mau kemana?” Ara menarik tangan So eun dengan paksa dan berhasil membuat sahabatnya itu menghentikan niat buruknya. “Kau ingin menghampiri mereka? Lakukan dengan cara yang bersahabat So eun-ah!” Ujar Ara menasehati.

So eun seakan tersadar dan mulai bisa menguasai emosinya. Dia mengangguk, menyetujui nasehat Ara. “Aku bisa menghampiri mereka?” Tanya So eun ragu.

Ara mengangguk dan menarik tangan So eun, lebih lembut dari pada yang dilakukan sebelumnya. “Jangan tunjukkan kemarahanmu. Kau belum tau siapa wanita itu, jadi kau harus bersikap sopan kepadanya. Terlebih di depan Oppamu.”

Keduanya berjalan beriringan. Ara memang tidak punya kepentingan apapun pada dua orang yang dilihatnya tersebut, tapi sahabatnya memerlukan bantuannya. So eun membutuhkannya untuk menjadi pendamping. Hanya untuk berjaga-jaga, agar So eun tidak terlalu berlebihan mengeluarkan emosinya, walau Ara sendiri tau bahwa So eun sudah tentu tidak akan melaukan hal-hal yang mengacaukan.

So eun memandang Ara yang berjalan di sebelahnya. Seolah meminta kekuatan pada sahabatnya tersebut hanya dari pandangan matanya. Dan pandangan teduh Ara menenangkan dirinya. Tinggal sedikit lagi, dia sampai di tempat kakaknya berdiri. So eun harus bisa mengontrol emosinya. Dia bukan anak-anak lagi, dia sudah cukup dewasa untuk menyikapi hal-hal seperti ini. Seharusnya dia bisa bersikap baik pada siapapun wanita yang sedang dekat dengan kakaknya. So eun merasakan senggolan Ara pada lengannya. Sahabatnya itu mempersilahkan dirinya untuk memanggil kakaknya.

“Oppa!” panggil So eun, tak terlalu keras tapi cukup terdengar di telinga orang yang sedang dipanggilnya.

Kim bum memutar tubuhnya begitu juga wanita yang sedang mengamit lengannya. So eun bisa melihat raut keterkejutan di wajah kakaknya, walau hanya sebentar. Setelahnya keterkejutan Kim bum berubah menjadi senyuman yang selalu di perlihatkannya pada So eun.

“Oh.. So eun-ah.. Kau ada di sini?” Tanya Kim bum saat mendapati kehadiran So eun.

“Senang bertemu denganmu lagi Kim bum-shi!” Ara menyapa Kim bum.

Kim bum tersenyum. “Ya.. aku juga senang bisa bertemu denganmu lagi Ara-shi.”

“Apa yang kau lakukan di sini Oppa?” Tanya So eun menuntut. Sorot matanya tak lepas dari wanita yang sedang mengamit lengan kakaknya, meneliti penampilan wanita tersebut dari kepala sampai ujung kakinya. Wanita itu terlihat cantik dan modis. Penampilanya membuatnya terlihat anggun dan sangat dewasa. Seperti wanita-wanita berkelas pada umumnya. Sangat jauh jika dibandingnkan dengan dirinya. So eun merasa dirinya tidak sebanding dengan wanita tersebut.

Seperti sadar dengan tatapan So eun, wanita itu melepaskan tangannya dari lengan Kim bum dan tersenyum pada So eun. Senyum ramah dan bersahabat.

“Maafkan aku Nuna, karena tidak memperkenalkanmu terlebih dulu…” Ujar Kim bum mengabaikan pertanyaan So eun sebelumnya dan hal itu membuat So eun tidak suka. Sejak kapan kakaknya mengabaikan dirinya.

“Dia Kim So eun adikku..” Ucap Kim bum memperkenalkannya pada teman wanitanya tersebut. Wanita itu tersenyum saat Kim bum menyebutkan nama So eun. Setelahnya wanita itu mengulurkan tangannya ke arah So eun. “Moon Geun young. Senang bertemu denganmu So eun-ah.” Ujarnya seraya menunggu So eun menyambut uluran tangannya.

Cukup lama So eun memperhatikan tangan wanita bernama Geun young ini. Dia bingung, apakah ingin menjabat tangan wanita ini atau mengabaikannya saja, seperti apa yang telah kakaknya lakukan pada pertanyaannya. Dan kembali Ara, menyenggolnya tanpa bisa diketahui oleh Kim bum dan teman wanitanya. Dari senggolan itu, So eun bisa mengartikan maksud Ara. Sahabatnya itu menyuruhnya untuk menjabat tangan wanita ini.

“Kim So eun…” Akhirnya So eun pun menjabat tangan Geun young sambil mengucapkan namanya dengan setengah hati.

Geun young tersenyum kembali, dan juga memperkenalkan dirinya pada Ara. Wanita itu terlihat mengaggumkan dan sangat bersahabat, bukan hanya kepada So eun tapi juga kepada Ara. Sangat sempurna. Dan So eun semakin tidak menyukai kenyataan ini.

“Kebetulan sekali kita betemu di sini. Aku dan Kim bum ingin pergi mencari makan. Bagaimana jika kalian berdua ikut dengan kami.” Geun young memberikan tawaran.

So eun kembali menolehkan kepalanya ke Ara, tapi kali ini sahabatnya itu berpura tidak melihatnya dan malah melihat ke sisi lain. So eun tidak tau apakah dia bisa melihat kebersamaan Kim bum dengan wanita ini nantinya. Apakah dia bisa menahan emosinya saat melihat wanita ini duduk di sebelah kakaknya. So eun tidak tau, jadi dia memutuskan untuk melihat ke arah kakaknya dan pria itu tersenyum, seakan menyerahkan semua keputusan pada So eun. Apakah ingin menerima atau menolak tawaran Geun young.

“Tidak..” Itulah kata pertama yang keluar dari mulut So eun atas kebimbangannya. “Aku tidak bisa bergabung dengan kalian. Aku dan Ara harus pergi, karena kami masih ada urusan lain. Terimkasih atas tawaranmu Eonni.” Jelas So eun dengan tegas. Dia bahkan tidak peduli jika Geun young akan tersinggung dengan penolakan darinya. Dia juga tidak peduli jika Kim bum akan marah karena dia telah menyakiti perasaan teman wanitanya itu. So eun hanya ingin memikirkan dirinya sendiri.

“Sayang sekali kau tidak bisa ikut.. padahal aku dan Kim bum akan…” Geun young tidak melanjutkan kalimatnya, karena Kim bum langsung memotongnya.

“Berhati-hatilah So eun-ah.. lain kali kau bisa pergi bersama kami.” Ujar Kim bum cepat. “Tolong temani dia Ara-shi.. kupikir aku akan sangat tenang jika kau selalu ada bersamanya!” lanjut Kim bum.

“Tak perlu khawatir Kim bum-shi.. aku akan selalu bersamanya.” Jawab Ara.

“Ayo kita pergi Ara-ya..” So eun segera menarik lengan Ara sekuat yang dia bisa, pergi meninggalkan Kim bum dan teman wanitanya tanpa mengatakan sepatah katapun pada kakaknya. Ara hanya bisa mengikuti langkah kaki So eun yang tergesa, dia tau bahwa sahabatnya sedang marah besar.

Kim bum tidak memanggil So eun, sama sekali kakaknya itu tidak berniat menjelaskan apapun padanya. So eun terluka, sangat menyakitkan melihat Kim bum bersama dengan wanita lain seperti ini. Rasa sakitnya lebih besar dari pada menahan perasaan anehnya selama delapan tahun ini. So eun merasa tidak punya kesempatan lagi setelah ini. Dia sudah kalah. Sungguh So eun tidak ingin kalah, dia masih mengharapkan perasaan anehnya ini tidak hilang dan pria itu bisa menjadi nyata bukan hanya bayangan dalam benaknya saja.

So eun terus melangkah.. membiarkan kakinya berjalan sesuai keinginannya. Dia tidak peduli pada Ara yang tangannya masih tergenggam erat olehnya dan terseok-seok mengikuti langkahnya. Dan yang membuatnya senang, Ara sama sekali tidak bertanya ataupun menolak sikapnya yang seperti ini. Ara pasti tau betul bagaimana perasaannya sekarang. Bagaimana kondisi So eun sekarang dan betapa hancurnya hatinya saat ini.

“Aku tak punya kesempatan lagi Ara-ya! Sudah tidak ada lagi.” So eun mengatakannya dengan keputus asaan yang luar biasa besarnya. Dia menghentikan langkahnya di lorong sepi yang tidak terlihat oleh siapapun. Hanya ada Ara dan dirinya.

Ara tidak berani berkata apapun. Dia takut salah bicara. Mulutnya tidak bisa berbohong dan Ara selalu ingin berkata apapun yang ada di dalam pikirannya. Dia tidak akan bisa menenangkan So eun saat ini. Dari cara wanita itu bergelayut manja di lengan kakak So eun, sudah pasti Ara bisa menyimpulkan bahwa wanita itu memiliki hubungan yang cukup dekat dengan kakak So eun.

So eun menjatuhkan dirinya ke lantai. Tidak. Dia tidak bersedih. Dia juga tidak marah pada Kim bum atau wanita itu. Hanya saja, dia merasa belum siap untuk menerima kenyataannya. Kenyataan yang sebenarnya sudah dia duga dari jauh-jauh hari, mana mungkin dia bisa memilikinya. Hanya untuknya. Malaikat itu. Tidak tau diri sekali So eun ini, sehingga menginginkan malaikat itu hanya untuk dirinya. Menginginkan bayangan itu untuk menjadi nyata.

Ara tidak kuasa. Melihat keterpurukan So eun. Dia tau betul bagaimana karakter So eun selama ini. Seorang gadis yang riang dan ceria. Tidak pernah membiarkan pria manapun menjelajahi hatinya, karena hanya ada satu orang yang dia perbolehkan untuk menjamahnya. Ara tau semuanya, walau hanya dari cerita. Dan sekarang Ara melihatnya sendiri, seberapa keras So eun menekan dan menahan perasaannya pada sang kakak.

Ara membungkuk. Tangannya mengelus lembut bahu So eun. Menyalurkan kekuatannya untuk sang sahabat. Dia tak bisa melakukan apapun selain hanya melihat. “Tunggu sampai dia menjelaskan semuanya padamu.. jangan begini, kau akan menyakiti dirimu sendiri.”

So eun mendongakkan wajahnya, melihat Ara. Sahabat yang selalu menjadi pendengar yang baik untuknya. “Apa yang harus kulakukan sekarang?”

Ara menggeleng. “Tidak ada. Kau tidak perlu melakukan apapun.”

So eun memang tidak perlu melakukan apapun. Memang sudah tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Dia masih bisa memiliki Kim bum. Masih bisa berdiri di samping pria itu sebanyak yang dia bisa. Tidak ada yang pernah menggantikan posisinya. Dia masih bisa menyimpan perasaannya untuk sang malaikat bersyal merah.

~~~

Hangat pelukannya. Dan lembut suaranya masih terngiang. Mana bisa So eun melupakannya. Walau mimpi itu sudah lama berlalu. Semua itu terasa nyata dan semakin bertambah nyata saat setiap pagi So eun bisa menghirup udara yang sama dengan malaikatnya. Berteduh pada satu atap. Saling berbagi cerita. Selalu melihat senyum terbaiknya. So eun ingin menjadi manusia egois.. bolehkah? Selama ini dia tidak pernah meminta apapun pada Tuhan. Tidak pernah. So eun tidak pernah mengeluhkan apapun pada Tuhan. Tidak mengeluh saat dia tidak mengetahui siapa sebenarnya kedua orang tuanya. Siapa wanita yang telah melahirkannya ke dunia. So eun tidak pernah mengeluhkan apapun. Dan kali ini So eun ingin mengeluh, ingin meronta dan berteriak. Dia hanya menginginkan malaikatnya. Bukan yang lain, hanya pria bersyal merah yang telah menolongnya. Yang telah menanamkan keberanian pada dirinya. Yang membuat So eun ingin tumbuh menjadi wanita cantik dan menarik perhatiannya. Bukan menarik pria lain manapun, hanya untuk pria itu. Pria bersyal merah yang menolongnya. Malaikatnya.

Dengan langkah gontai So eun berjalan menapaki lantai gedung apartemennya. Sungguh, dia sangat tidak menginginkan pulang ke apartemennya. Jika bukan karena paksaan Ara, yang memintanya pulang, So eun tidak akan keberatan untuk menginap di tempat Sauna langganannya. Itu akan lebih menenangkan dibandingkan pulang dan bertemu dengan kakaknya.

So eun memejamkan matanya sejenak, sebelum membuka pintu apartemennya. Dia harus menyiapkan dirinya untuk berhadapan langsung dengan sang kakak setelah pertemuannya hari ini.

Cahaya lampu apartemen membuat So eun merasa gugup. Kakaknya sudah pulang, jelas dia mematikan lampu apartemen saat dia meninggalkannya tadi. Dan sekarang lampu itu bersinar dengan terangnya. So eun merubah mimik wajahnya, dia tentu tidak ingin kakaknya melihat betapa kusutnya wajah So eun saat ini.

Sunyi. Tidak ada suara apapun saat So eun menapakkan kakinya masuk ke dalam apartemen. Matanya tidak melihat siluet tubuh sang kakak. Benar-benar tidak ada tanda-tanda jika saat ini kakaknya berada di dalam apartemen. Dimana kakaknya sekarang, tidakkah kakaknya itu ingin menjelaskan sesuatu pada So eun. Walau sebenarnya Kim bum memang tidak perlu menjelaskan apapun padanya. So eun melangkahkan kakinya mendekati kamar sang kakak yang tertutup rapat, menempelkan telinganya pada pintu berharap mendengar sesuatu dari dalam. Tidak bermaksud menguping sesuatu yang tidak benar, dia hanya ingin memastikan bahwa sekarang kakaknya ada di dalam apartemen ini bersama dengannya.

“Ibu tidak perlu khawatir dan tidak perlu berpikir macam-macam. Aku bisa mengurus semuanya.”

So eun bisa mendengarnya. Suara sang kakak. Sepertinya kakaknya sedang berbicara dengan bibinya. Syukurlah, pria itu ada di dalam kamar. Ini kesempatan yang bagus untuk So eun langsung pergi ke kamarnya tanpa bertatap muka dengan Kim bum.

“Ibu ini bicara apa.. bukankah aku sudah mengatakan akan mengurus semuanya. Sudahlah Bu..”

So eun yang tadi hendak menuju ke kamarnya kembali menahan langkahnya saat mendengar suara Kim bum lagi. Dari nada suaranya, sepertinya Kim bum tidak menyukai pembicaraanya bersama dengan sang ibu. Memangnya apa yang diperbincangkan ibu dan anak itu.

“Tidak perlu menghubunginya. Dia baik-baik saja.” Kalimat terakhir yang bisa So eun dengar dari dalam kamar kakaknya.

Setelah beberapa saat So eun menunggu, tidak ada lagi suara yang muncul dan Kim bum juga tidak keluar dari kamarnya. Sepertinya kakaknya itu juga tidak berniat untuk bertemu dengannya. Akhirnya So eun memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya. Tidak memikirkan pembicaraan sang kakak dan bibinya. Kim bum berniat menghindarinya, biarkan saja. So eun tau kakaknya marah karena sikapnya yang tidak begitu bersahabat pada teman wanita sang kakak. Memangnya siapa yang peduli, So eun memang tidak menyukai kehadiran wanita itu. Sama sekali tidak menyukainya, biarkan saja kakaknya marah. Itu hukuman untuk Kim bum karena membuat So eun bertemu dengan wanita itu.

~~~

Di temani dengan hamparan bunga mawar merah yang mulai bermekaran di halaman rumah, kedua anak manusia berbeda usia itu menikmati sejuknya hembusan angin senja. Menikmati aroma semerbak dari bunga-bunga mawar tersebut. Duduk bersandar pada kursi rotan panjang dengan tangan saling bertautan.

“Siapa orang yang paling kau sayangi di dunia ini So eun-ah?”

So eun tidak pernah menyanyangi siapapun. Dia tidak menyayangi kepala panti asuhan tempatnya di besarkan. Wanita tua itu tidak pernah bersikap baik pada So eun. Dia juga tidak pernah menyanyagi orang tuanya, karena dia tidak pernah tau bagaimana rupa kedua orang tuanya tersebut. Jadi tidak ada satu orangpun yang benar-benar So eun sayangi. Tapi itu dulu, tentu saja saat So eun belum bertemu dengan malaikatnya ini. Sebelum So eun bertemu dengan keluarga baru yang mengulurkan tangannya pada So eun kecil yang kedinginan.

“Kelak jika kau bertemu dengan orang yang bisa membuat jantungmu berdebar, jangan kau sembunyikan orang itu dariku So eun-ah.. berjanjilah untuk mengenalkannya padaku, karena aku akan meminta padanya untuk selalu menjaga dan melindungimu.”

Tidak perlu menunggu sampai kelak itu tiba.. sekarangpun So eun sudah bertemu dengannya. bertemu dengan orang yang membuat jantungnya berdebar. Bolehkah So eun mengatakannya sekarang. So eun akan senang hati mengatakannya jika pria ini mengijinkannya untuk mengatakannya.

“Tidak sekarang… nanti jika saatnya sudah tiba, kupastikan aku akan mendengarnya. Langsung dari bibirmu itu dan aku akan menganggukkan kepalaku. Menerima semuanya dengan lapang. Cepatlah tumbuh menjadi dewasa dan membanggakan.”

So eun mengatupkan bibirnya. Dia sudah siap untuk mengatakannya, tapi pria ini menahannya. Tidak memperbolehkannya untuk berbicara. So eun mengangguk dan pria itu tersenyum. Senyum yang hangat dan menganggumkan.

Pria itu melepaskan tautan tangan besarnya pada jemari kecil milik So eun. Dia memutar tubuhnya agar bisa menghadap So eun. Menatap lekat mata gelap milik So eun dan kembali tersenyum. Sebelum akhirnya sebuah kecupan singkat mendarat di kening So eun. Ini bayangan. Hanya bayangan semu, yang tak akan pernah menjadi nyata. GELAP. HITAM. PEKAT.

~~~

Seperti baru kemarin hari itu datang. Seperti baru kemarin, masa-masa indah itu bertandang. Dan sekarang semuanya sudah lenyap, terganti dengan harapan-harapan semu yang tak berujung. Menyedihkan.

So eun menggeliat di tempat tidurnya. Walau matahari tidak nampak bersinar, karena terhalang kabut bulan Desember tetap saja jam dinding yang menggantung di sana tidak bisa berbohong. Ini sudah siang dan So eun masih enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya. Dia tidak ingin melakukan apapun, bahkan hanya untuk turun dari tempat tidurnya yang terasa hangat. Dia ingin mengistirahatkan pikirannya sejenak. So eun ingin menghabiskan waktunya seharian ini untuk tidur. Tidur dan tidur. Dan sepertinya keinginannya itu tidak akan berhasil, saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.

“Apa yang akan dilakukannya sekarang?” Gerutu So eun, masih bergelung di dalam selimut tebalnya. Masih tidak berniat untuk turun dari ranjang dan menyambut seseorang yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya ataupun sekedar meresponnya dengan satu patah kata. Biarkan saja, sampai orang itu bosan. So eun tetap akan berada di atas tempat tidurnya.

Ketukan itu masih terus terdengar di telinga So eun, walau seseorang di balik pintu itu tidak mengeluarkan suara dari mulutnya. Sayangnya So eun tetap pada pendiriannya, tidak berniat beranjak.

“Keluarlah sebentar So eun-ah.. aku tau kau sudah bangun.” Dan setelah sekian lama atau mungkin karena bosan, seseorang itu akhirnya mengeluarkan suara juga. Dia mulai jengah karena So eun tidak kunjung membuka pintu kamarnya.

So eun tertawa lirih. Dia menang. Akhirnya orang itu mengalah padanya. Dan memang harus seperti itu bukan. So eun wajib marah pada kakaknya tersebut. Dan sudah sewajarnya Kim bum meminta maaf padanya bukannya malah menghindarinya seperti semalam. Dan So eun pun memutuskan untuk turun dari ranjangnya. Merapikan tatanan rambutnya yang berantakan, mematut wajahnya di cermin. Dan saat penampilannya sudah dirasa cukup baik walaupun dia belum mandi, So eun memutuskan untuk membuka pintu kamarnya. Bersiap menyambut sang kakak.

Dan ketika So eun sudah membuka pintu kamarnya. Saat dia bersiap untuk memborbardir kakaknya dengan berbagai pertanyaan, dengan sangat terpaksa dia harus menelan kembali rentetan pertanyaan yang sudah bersarang di otaknya sejak semalam. Senyum penuh kemenangannya seakan lenyap, terganti dengan raut kusut dan malas.

“Akhirnya kau keluar juga!”

So eun memutar matanya malas. Dia tidak suka dengan senyum yang terpampang di depannya ini. Bukan orang ini yang So eun harapkan sekarang. Bukan wajah ini yang ingin dia lihat saat membuka pintu kamarnya. Oh.. yang benar saja. Orang inilah yang membuat So eun ingin mengamuk pada kakaknya dan sekarang orang ini jugalah yang menyambutnya. Sialnya So eun hari ini.

“Kenapa kau ada di sini Geun young Eonni?”

So eun bisa melihat semburat merah di wajah wanita yang sekarang berdiri tepat di hadapannya. Ada apa dengan wanita ini, kenapa dia bisa tersipu malu seperti itu hanya dengan satu kalimat tanya dari So eun. Mengesalkan sekali. Memangnya pertanyaan So eun tadi terdengar seperti pujian sampai wanita ini harus tersipu-sipu seperti itu.

“Aku ingin mengajakmu menghabiskan malam pergantian tahun bersama-sama, So eun-ah.”

Jawaban itu mengalun lembut dan terdengar tulus. Senyuman di wajahnya juga senantiasa melekat tanpa henti. Sayangnya rasa kesal So eun untuk wanita ini masih tidak hilang, walau dia sudah bersikap baik pada So eun.

“Aku tidak ingin pergi kemanapun Eonni.. Maaf.” So eun memutar tubuhnya dan bersiap kembali ke kamarnya, sayangnya suara sang kakak menghentikannya.

“Tak baik menolak tawaran baik seseorang So eun-ah!” Tidak ada nada kasar ataupun membentak. Kim bum mengatakannya dengan lembut namun tegas. Memang tidak baik menolak tawaran baik seseorang dan kalimat itulah yang sering kali Kim bum ucapkan waktu dulu.

So eun menghentakkan kakinya dengan kasar. Dia tau sikapnya ini akan membuat teman wanita kakaknya tersinggung, maka dari itu dia cepat-cepat membalik tubuhnya kembali dan segera membawa sorot matanya kepada teman wanita kakaknya tersebut. Wanita itu masih menampilkan senyum tulusnya pada So eun dan hal itu bisa membuatnya bernafas lega.

“Sudah lama aku dan kakakmu tidak menyambut malam pergantian tahun di Korea. Dan sekarang akhirnya kami mendapatkan kesempatan ini. Jadi akan lebih seru jika kita menyambutnya bersama-sama bukan. Kita bertiga.”

“Malam pergantian tahun di Korea tidak terlalu menyenangkan.. percayalah padaku.” Dusta So eun, mati-matian menutupi kekesalannya karena sang kakak yang sekarang memperhatikannya.

“Sepertinya So eun memang tidak berniat untuk pergi Nuna..!” ujar Kim bum tenang.

“Benarkah kau tidak ingin pergi bersama kami? Apa kau ada acara bersama teman-temanmu?” Tanya Geun young. Wanita itu masih tidak menyerah untuk mendekati So eun.

Sungguh hari ini So eun akan sangat sial jika dia menerima ajakan wanita di depannya ini. Apa yang terjadi jika dia menerima tawaran tidak masuk akal ini. Menghabiskan malam pergantian tahun bertiga. Mana mungkin So eun menerimanya, kecuali jika kakaknya hanya mengajaknya berdua saja, pasti So eun tidak akan sempat berpikir untuk menolaknya.

“Sepertinya So eun memang tidak berniat pergi kemanapun Nuna. Kita bisa pergi berdua saja, jika memang dia tidak ingin pergi.” Ucap Kim bum santai.

So eun langsung memutar kepalanya untuk menghadap sang kakak yang berdiri tidak jauh darinya. Apa telinga So eun tidak salah dengar. Kim bum mengatakan hal itu dengan sangat santai. Kenapa kakaknya tidak memaksanya untuk ikut pergi seperti yang dilakukan teman wanitanya ini. Menjengkelkan. Membuat So eun semakin kesal saja.

Wajah datar yang ditampilkan Kim bum saat ini membuat So eun berang dan akhirnya dia menjawab. “Baiklah aku ikut pergi.” Putus So eun. Semua yang akan tenang jika orang yang kau sukai pergi bersama dengan wanita lain. Itulah yang membuat So eun akhirnya memilih untuk ikut pergi.

~~~

Kelap-kelip lampu.. padatnya lalu lalang manusia, tiupan terompet dan kembang api kecil-kecil yang sudah dinyalakan dari sore hari. Pusat kota semakin ramai dengan banyaknya para orang tua yang membawa keluar buah hati mereka menikmati semaraknya perayaan malam pergantian tahun.

Walau angin musim dingin masih berhembus, tetap saja kumpulan manusia itu tidak terhenti, mereka tetap menanti dan memadati setiap ruas jalan. Menunggu kembang api besar di nyalakan dan menghiasi gelapnya langit malam.

So eun bosan melihat keadaan di sekeliling. Dia selalu menyaksikan pertunjukan-pertunjukkan musik jalanan seperti ini setiap tahun, selalu menyaksikan kembang api besar di malam pergantian tahun. Selalu mendengar bisingnya tiupan terompet dari anak-anak kecil yang kegirangan, semua itu selalu So eun lihat setiap tahunnya. Sekarang mata kelamnya memandang lurus ke depan, langkahnya hanya mengikuti dua pasangan yang ada di depannya. Jika Ara tidak pergi bersama dengan kekasihnya, sudah pasti So eun akan menyeret sahabatnya itu untuk menemaninya. Atau seharusnya, So eun mengikuti saran yang diberikan Ara untuk membawa bosnya yang memang menyimpan rasa padanya itu.

Walau matanya melihat lurus ke depan, So eun tidak bisa menyadari apapun yang di sektiarnya. Pikirannya sedang melayang-melayang. Sehingga fokusnya tidak bisa menangkap pergerakkan kecil apapun yang ada di dekatnya.

“Kau akan tersesat jika berjalan sambil melamun seperti ini.”

So eun terperanjat, merasakan sentuhan tiba-tiba di telapak tangannya. Dan bisikan itu terdengar sangat merdu di telinganya. Tangan besar itu mengenggam telapak tangannya yang dingin tanpa alas. Menggenggamnya erat, menyalurkan kehangatan yang luar biasa nyamannya.

So eun memutar kepalanya, mencari wanita yang sedari tadi memonopoli sang kakak. Dan wanita itu di sana, berdiri tidak jauh dari tempatnya saat ini. Berdiri di dekat kolam air mancur melingkar, memandang ke atas langit. Tidak menyadari bahwa Kim bum tidak lagi berada di sebelah wanita itu.

“Ayo.. sebentar lagi, kembang api yang besar akan segera dinyalakan!”

Degup jantung So eun meracau, berdetak tak karuan hanya karena sentuhan tangan dari sang kakak. Pria itu menggiring So eun, membawanya mendekat pada teman wanitanya tanpa melepaskan pegangan tangannya dari jari-jemari So eun. So eun tak mampu berkata, dia hanya menikmati apa yang sedang kakaknya lakukan.

Dar….Dar…Dar…

Letusan kembang api besar memenuhi langit pusat kota Seoul. Semua orang bersorak girang. Tawa dan canda membahana di mana-mana. Sayangnya semua itu tidak membuat So eun terpesona seperti mereka semua.

“Kau lihat Bum-ah, mereka terlihat menakjubkan saat berada di atas langit.” Seru Geun young dengan riangnya. Tangannya kembali meraih lengan Kim bum dan menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu. Kembali memonopoli Kim bum, seperti yang dilakukan sebelumnya.

“Ya… mereka terlihat menakjubkan……….” Jawab Kim bum dengan wajah menengadah ke atas, ikut menikmati keindahan ratusan kembang api di langit.

So eun mendengar kalimat yang dilontarkan Kim bum dan Geun young. Dia juga melihat apa yang keduanya lakukan. Saling menengadah ke atas langit, menikmati indahnya kembang api yang menyala-nyala. Melihat bagaimana Geun young bersandar pada Kim bum dengan mesranya. Tapi, So eun merasakan sesuatu yang berbeda.. genganggaman di jemarinya menguat, seakan tidak membiarkan jari-jari kecil So eun lolos dari genggaman telapak besar itu.

Kau juga sama menakjubkannya dengan mereka.”

Lagi-lagi So eun tersentak. Telinganya masih sangat normal untuk menangkap suara lirih sang kakak dan matanya juga masih bisa melihat jelas, bagaimana reaksi yang ditunjukkan oleh Geun young yang ada di sebelah Kim bum. Wanita itu tersipu malu dan menatap Kim bum yang masih mengarahkan pandangannya ke langit dengan tatapan memuja.

Sekarang So eun, semakin yakin bahwa memang tidak ada yang bisa dilakukannya. Dia harus menerima kekalahannya. Seharusnya dia tetap pada pendiriannya, untuk tidak ikut pergi. Dan membiarkan sang kakak menghabiskan waktu bersama dengan teman wanitanya ini. Kenapa juga So eun memilih mengikuti ketakutannya. Kenapa So eun takut akan terjadi sesuatu pada dua orang dewasa ini. Bukankah selama delapan tahun ini mereka sudah menghabiskan waktu bersama. Di tempat yang jauh dari jangkauan mata So eun.

Dengan perlahan So eun menarik tangannya, melepaskan jemarinya dari gengangaman tangan besar sang kakak. Dan tangan besar itu membiarkan jemari So eun lolos dengan mudahnya. Dengan gerakan yang lembut, pegangan yang tadi menguat secara perlahan-lahan mengendur dan terlepas. Hati So eun mencelos, satu jiwanya seperti terambil dari raganya. So eun hanya mampu memandang punggung kakaknya yang tidak berkata-kata lagi, dan masih fokus dengan pemandangan di langit.

So eun memundurkan langkahnya ke belakang. Dia menatap dua manusia yang berdiri tepat di depannya. Keduanya terlihat serasi. Kim bum adalah pria dewasa yang bersahaja dan sudah sepantasnya dia mendapatkan pendamping sepadan. Dan Geun young adalah wanita yang dewasa dan juga berkelas, wanita itu juga terlihat baik dan bersahabat. Tidak seperti So eun yang masih terlalu kekanak-kanakan dan egois.

___TBC___

 

Komentar
  1. madi berkata:

    Sumpah sedih bgt tau klo so eun diabaikan,, nyesek bgt lanjut thorr mkim penasaran

  2. ratna berkata:

    penasaran banget ma kelanjutan ff shadow…
    semangat..

  3. nur aini berkata:

    Bagus kali ceritanya dan juga bust penasaran

  4. rania Lovely berkata:

    kasian souen-ah … aqhu sedih kalo dia seperti itu ‘ apakah kimbum tdak merasakn perasaan souen pada kimbum..
    N Daebakk Cerita.a .. Seru ‘ udh gak sabar part Selanjut.a …
    Sukses buat ff.a thor.. di tunggu part srlanjut.a yaa… jngn lama2 thor eonnie..

  5. kmajng9972 berkata:

    Aaaa nyesegnya jadi ssonniㅠㅠ keliatannya bumppa sadar kalo ssonni suka sama dia, tp kenapa sikapnya kaya gitu? Bahkan sampe bawa2 geunyoung >< nyebeliiiiinn….
    Aku tunggu part selanjutnya eonni, hwaithingg!

  6. Annisa nurhandayani berkata:

    Ahh buat nyesek, pliss chingu jangan lama” next partnya 😂

  7. Aliana Park berkata:

    Aduhhh… Ceritanya bener2 nyesek nih.. Kasihan sso eon… Aku seprti merasakan apa yg dirasakan sso eon.. Pasti sakit bgt… 😦
    next part

  8. ana berkata:

    Huhuhu sediih..akan terblaskah perasaan so eun..huhuhu knp kim bum sangat tidak peka dg apa yg soeun rasakaan

  9. novanpt berkata:

    😢 sedih skli

  10. ceritanya semakin keren dan menarik 🙂
    hwaaa sedihnya melihat so eun seperti itu 😦
    sebenarnya hubungan antara kim bum dan geun young itu apa sich ??? apa mereka pcaran ??? huh kasihan sekali so eun 😦
    next kira2 apa yg di bicarakan oleh kim bum dan eommanya sebelumnya hingga membuat kim bum begitu kesal ???
    next part jgn lama2 🙂

  11. My Fishy berkata:

    tambah seru za nie ceritanya, kasian so eun sepertinya kim bum sudah menjalin hubungan dengan ahjumma, untunglah ada ara yg selalu menguatkan so eun dengan saran2 yg d berikannya.. penasaran sebenarnya siapa bos so eun yg mempunyai perasaan pada so eun?? semoga za gak sad ending lagi ff nya ya thor, jangan sampe kayak ff kemarinyg berakhir bumsso memutuskan menjadi saudara.. next

  12. fany berkata:

    ohh kenapa tbc?? penasaran bgt kelanjutannya gila ini ff keren bgttttttt semngat buat lanjutannya thoorr

  13. vaaani berkata:

    wawwwwwwwwwwwwwww
    d php
    trnayata ini yg d mksud sblum bumppa tdur

  14. Sary Ajow berkata:

    waaaahhh Part yg nie Nyesek nya meresap sampe ke tulang…(?)
    ya ampun puk puk puk Sso,
    MGY lg..pinter bgt milih karakter lil..makin engap baca ny kalo punya Konbat pengen getok pala MGY dr blakang,,wkwkwk
    Penasaran KB ma mom nya talking soal apa..trus waktu liat kembang api KB genggem tangan sso kan kuat bgt tu..jd tanda tanya..
    Next Neeeeeext..

  15. dela safitri berkata:

    Panas bgtt sediih kim bum kok gak peka sih ? Sediih thor dgn sso yg diabaikan
    Aku tetap belom ngerti apa yg sebenarnya terjadi ?
    Apalagi ketika mengucapkan kalimat itu itu nyesek bgtt dan bnr2 seperti orang bodoh ada diantara mereka
    Bgmn nextnya thor sediih tbc 😦
    Nextnya selalu di tunggu thor 🙂
    Thor boleh minta pw yg di protek ?
    Semangaat dan terimakasiih 😉

  16. wellyanti berkata:

    Bener2 miriss yeah mlihat kmsraan mreka brduaaa..
    AP yg akn sso lkukn ap kh dia akn tyap d sna ayw lri dri ap yg mmiliknn

  17. renianggrainii berkata:

    Kenapa rasa nya sesak kyak gini 😢

  18. nitaadjah berkata:

    ceritanya bagus bngt …aku suka ,mlah udah aku tunggu2. sso … yg sabar za., sedih bnget pasti ssonya. kalo bisa jngan lma2 zaa, penasaran bnget klnjtannya gmana

    pas bum ngomng kta tadi buat siapa ya., trus tangan sso digenggam erat ama pas tlpon sma ibu bum, pensran bnget.

    dtnggu. dtnggu. dtunggu. semangat yaaa thor buat karyanya.:-D 😉

  19. risdalisye berkata:

    kasian sama sso sakit hati nya penasaran next partnya

  20. yogi berkata:

    sakit hati, bikin sakit hati
    eunnie sakit hati q juga ikut sakit hati

  21. Kim Lia berkata:

    Aku ngga rela ini tbc😢 pengen baca terus.. Oh ayolah next partnya dipost dengan segera sumpah ini ffnya seru bnget nyentuh banget dah… Apalagi jadi so eun ya ampun.. Sekarang nambah2 deh perasaannya makin sakit… So eun harus tabah yah pasti ada kebahagiaan nanti.. Ayolah thor post next partnya segera… Suka banget soalnya sama nh ff

  22. russ95 berkata:

    ohhh no part 2 nya sungguh menguras emosi ,kaya nya ada sesuatu yg di sembunyi kan bumppa dan itu pasti ada kaitan nya dgn sso eonni
    ko agak curiga ibu kandung sso eonni itu bibi nya sendiri ….
    nexttt nexttt

  23. Mama nikita widiyati berkata:

    Oh no no no…part 2 nya sungguh membuat emosiku meledak2 seperti petasan!!!pengin banget nyentil dahi so eun supaya sadar tentang perasaannya.
    Sudah cukup dia menahan cinta sepihaknya untuk kim bum.aku mohon jangan siksa dirimu lagi,so eun-ah.
    Kau wanita cantik ayolahhhhh jangan terlalu fokus sama malaikat syal mu.kalau memang kamu masih mau mengungkapkan perasaanmu ayo…katakan pada kim bum.peduli amata mau akhirnya gimana yang penting isi hatimu sudah tersampaikan.
    Aduuuhhh nyeseknya bagian akhir part ini….aku benci kelemahan so eun…..aku mau so eun yang ceria.aku ga suka so eun terpuruk karena perasaannya sendiri.
    Ayooo berjuaaangggg?!!

  24. mymy berkata:

    kim bum oppa kenapa g’ peka sm perasaan sso. kasian sso, ada pahit2 gimana baca ff ini, nyesek banget bacanya.. next next ya 🙂

  25. nanda berkata:

    hixhix…cnta sso eonni tyta brtpuk sblh tngan…bummpa hya mnganggp sso eonni adik’y ga lbih…:(
    ksian sso eonni…mpe kpn prsaan ntuch trs trpndm n blm t’ungkp sdah pu”s dluan…

  26. Irnawatyalwi berkata:

    Aigo ada apa dgn kim bum n goung young? sm0ga tdk ada apa2 d antra mrka, hem dpt d pastikn skit bngt perasaan so eun brada d tengah 2 org dewasa yg kmungkinan bsarx mrka menjaln cnta n sang pria sndri adalh org yg d cntaix, sbar sso smw kmungkinan2 i2 g trjdi, sm0ga bum n nunna i2 hanya shbt tpi mlhat k dkatan mrka sprtix sult u menggap mrka hanya tman.

  27. nuribumsso berkata:

    huaaa kereen sumpah, penasaran sma ceritanya, sepertinya ada hal yg di sembunyikan oleh kim bum bersama ibu nya ( bibi sso ) aigoo
    next partx di tnggu pake bnget.. fighting ^_^

  28. J'icAngwook bumssoelmates berkata:

    Akhhhh sungguh ini benar2 mnyesakkan 😥

    Kasian sso nya

    Aku brharap ini akan berakhir happy end

    Sungguh aku tk kuasa jka ini sad end

  29. zulhijrah berkata:

    seru chingu..!
    kapan di lanjut kan….?
    penasaran

  30. Margaretha berkata:

    Apa yg terjadi sebenarnya antara Kimbum dan ibunya.. Dan siapa Geun Young sebenarnya. Kekasih Kimbum atau kakak Kimbum atau.. Bagaimana bisa Kimbum melakukan hal itu pada Soeun..

  31. Irma ElementAndbumsso berkata:

    😥 😥 Hiks… Hiks….
    Sso eonni pasti sakit..
    kau memendm perasaan. suka mu ke bumpp,,
    Huaaaaa 😥
    Bumppa sebenarnyA apanya bumppa geun young itu???
    Huuuuuuuu….. 😥
    .
    Next. .. bc nya nyesekkk
    please jgn lama2
    dan please happy ending

  32. […] Shadow (part 2) […]

    • nitaadjah berkata:

      hay….
      Kapan nih ff di lanjut lagi …aku dah penasaran looh…kyaknya yg lain juga…hehehehhh

      Ditunggu….pengen cpet2 bca lanjutannya…
      Semangat yaaaa…..^_^
      Salam kenal
      Mates nita…

Tinggalkan Balasan ke ana Batalkan balasan